Kamis, 10 Januari 2013

MAKALAH
SEJARAH RUNTUHNYA BANI UMAYYAH
Diajukan sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah
Dosen Pembimbing :
Dra. Hj. Lailatul Maghfiroh, M. Pd. I
Disusun Oleh :
Ansoriyadi
           
JURUSAN AL-AHWAL AS-SYAHSIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA
2011
KATA PENGANTAR        
Segala puji bagi allah yang telah memberikan rasa cinta dan kasih sayang kedalam sanubari setiap kehidupan yang tidak akan pernah terkikiskan oleh gejolaknya zaman sehingga dengan rasa cinta dan kasih sayangnya lah membawa kita kepada pemikiran-pemikiran yang slalu diridhoinya yang berupa penyusunan makalah ini yang bertemakan SEJARAH RUNTUHNYA BANI UMAYYAH  Sesuai dengan harapan yang kita inginkan..
Sholawat dan salam semuga tetap tercurah limpahkan kepada nabi kita nabi besar Muhammad SAW, karena denga berkat perjuangan beliau kita dapat terangkis dari alam jahiliya menuju alam kemahiran, sehingga kita dapat menikmati ilmu yang dengan baik seperti apa yang kita rasakan sekarang ini.
Melihat kemanpuan kami yang kurang, kami yakin dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan , maka dari itu , kami sangat butuh saran dan kritik yang bersifat membangun yang mampu membawa kami kepada kesempurnaan makalah ini.





Sidoarjo, 30 Maret  2012


                                                                                                                        Penulis

DAFTAR ISI

Halaman judul             ……………………………………………………    i
Kata pengantar            ……………………………………………………    ii
Daftar isi                     ……………………………………………………    iii
BAB I PENDAHULUAN     ……………………………………………    1
A. Latar Belakang       --------------------------------------------------     1
B. Rumusan Masalah ---------------------------------------------------    1
BAB II PEMBAHASAN      --------------------------------------------------     2
A. kemunduran           --------------------------------------------------     2
 B. kehancuran                        ---------------------------------------------                3
BAB III PENUTUP   …………………………………………………...     9
            Kesimpulan     …………………………………………………..      9
            Daftar Pustaka            --------------------------------------------------     10






BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daulah Bani Umayyah mempunyai peranan penting dalam perkembangan masyarakat di bidang politik, ekonomi dan sosial.hal ini didukung oleh pengalaman politik Mu`awiyah sebagai Bapak pendiri daulah tersebut yang telah mampu mengendalikan situasi dan menepis berbagai anggapan miring tentang pemerintahannya. Kekuasaan Daulah Umayyah dapat bertahan karena ditopang oleh paham kesukuan yang muncul sejak terjadinya tragedy terbunuhnya Utsman. Kekuasaaan Daulah Umayyah ini selalu membawa bendera suku Quraisy yang tidak dapat dilepaskan.Dan didukung pula adanya pribadi yang tangguh dalam menghadapi berbagai kekacauan yang terjadi dan dapat mengontorol wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan.Pemerintahan ini juga mampu memposisikan paham kekuasaan absolute dalam batas yang masih terkontrol. Hal ini didukung oleh makin koopratifnya kelompok Islam yang lain terhadap pemerintah. Sedangkan dalam kehidupan sosial, kekuatan yang berpaham keislaman yang pada masa Ali berlawanan dengan paham kesukuan, pada masa Daulah Umayyah justru berpaling mendukung Mu`awiyah.Hal ini disebabkan karena Daulah Umayyah tidak menampakkan permusuhan dengan paham-paham keislaman, yang sesungguhnya merupakan strategi penguasa untuk menghindari terjadinya kekacauan akibat berkembangnya paham kesukuan. Namun berdirinya Daulah Umayyah (661-750) tidak semata-mata peralihan kekuasaan, namun mengandung banyak implikasi, di antaranya adalah perubahan beberapa prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi imperium dan perkembangan umat Islam. Walau pada awalnya Daulah Umayyah tidak mempunyai arah politik khilafah yang jelas, namun kelompok ini memiliki elatisitas dalam menghadapi perkembangan sosial. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan mereka bekoalisi dengan 3 kelompok lain, yaitu kekuatan kesukuan, gerakan oposan dan paham keislaman secara umum, yang tercermin dalam segala aspek, meliputi aspek pemerintahan, aspek ekonomi dan sosial kemasyarakatan.

Dari berbagai kemajuan yang dicapai Daulah Bani Umayyah yang dimulai oleh pendiri daulah tersebut yakni Mu`awiyah Bin Abi Sufyan, ternyata tidak mampu membuat Daulah tersebut langgeng, bahkan ia akhirnya jatuh menyisakan puing-puing kehancuran setelah munculnya kekuatan baru dari Bani Abbasiyah
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis akan bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa faktor-faktor kemunduran Daulah Bani Umayyah?
2.      Apa Sebab-sebab kehancuran Daulah Bani Umayyah?













BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemunduran
Mu`awiyah mendirikan Daulah Umayyah pada tahun 41 H di Damaskus, dengan berdirinya pusat pemerintahan Islam yang baru tersebut berarti bergeserlah pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damascus. Perpindahan ibu kota tersebut terjadi melalui proses yang panjang didukung oleh strategi politik yang dibangun oleh Mu`awiyah. Dan Mu`awiyah memperoleh pengalaman politik dalam masa yang cukup lama, yakni mulai masa Rasulullah SAW sampai masa khalifah yang terakhir.[1] Dengan berdirinya Daulah Umayyah, maka sistem politik dan pemerintahan berubah. Pemerintahan khalifah tidak lagi dilakukan secara musyawarah sebagaimana proses pergantian khalifah-khalifah sebelumnya. Suksesi pemerintahan dilakukan secara turun-temurun melalui pemilihan, seorang khalifah tidak lagi harus sekaligus pemimipin agama sebagimana khalifah-khalifah sebelumnya.Urusan agama diserahkan kepada para ulama, dan ulama hanya dilibatkan dalam pemerintahan jika dipandang perlu oleh khalifah.[2] Selama masa pemerintahan dan kekuasaan khalifah pertama (Mu`awiyah), Daulah Umayyah banyak mencapai keberhasilan, terutama penaklukan sejumlah kota penting di kawasan Asia Tengah, seperti Kabul, Heart dan Gazna. Dalam pemerintahan, ia mendirikan beberapa departemen yang mengurus masalah-masalah kepentingan umat, seperti playanan pos, pembagian tugas pemerintahan pusat dan daerah, pemungutan pajak dan pengangkatan gubernur-gubernur di daerah.Kalau ditelusuri lebih jauh daulah tersebut berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Yang dimulai oleh Mu`awiyah Ibn Abi Sufyan dan ditutup oleh Marwan Ibn Muhammad.Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di dalam berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan khalifah Daulah Umayyah adalah sebagai berikut:[3]
1.      Mu`awiyah Bin Abu Sufyan
2.      Yazid Bin Mu`awiyah (Abu Khalid al-Umawi)
3.      Mu`awiyah Bin Yazid
4.      Abdullah Bin Zubair
5.      Abdul Malik Bin Marwan
6.      Al-Walid Bin Abdul Malik
7.      Sulaiman Bin Abdul Malik
8.      Umar Bin Abdul Malik
9.      Yazid Bin Abdul Malik Bin Marwan
10.  Hisyam Bin Abdul malik
11.  Al-Walid Bin Yazid Bin Abdul Malik
12.  Yazid An-Naqish, Abu Khalid Bin Al-Walid
13.  Ibrahim Bin Al-Walid Bin Abdul Malik
14.  Marwan Bin Muhammad, Al-Himar
Empat orang khalifah memegang kekuasaan sepanjang 70 tahun, yaitu: Mu`awiyah, Abdul Malik, Al-Walid I dan Hisyam. Sedangkan sepuluh khalifah sisanya hanya memerintah dalam jangka waktu 20 tahun saja. Dan para pencatat sejarah umumnya sependapat bahwa khalifah-khalifah terbesar mereka ialah: Mu`awiyah, Abdul Malik dan Umar Ibn Abdul Aziz.[4] Untuk memelihara keutuhan dan mencegah perpecahan umat Islam karena suksesi kepemimpinan, sebagaimana yang pernah ia saksikan pada masa beberapa khalifah sebelumnya, Mu`awiyah mencalonkan putranya, Yazid sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukanya jika ia meninggal, pencalonan tersebut dilakukannya pada tahun 679. untuk mengamankan pencalonann itu, Mu`awiyah melakukan bebagai pendekatan kepada para pemuka masyarakat hingga seluruh lapisan masyarakat.[5] Namun rencana tersebut mendapat tantangan dari beberapa pihak, terutama pemuka-pemuka masyarakat hijaz, sepeerti Abdullah bin Umar, Abdul Rahmn bin Abi Bakar, Husein bin Ali, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin Abbas. Penolakan mereka didasari atas suatu keinginan agar khalifah yang diangkat tidak melalui penunjukan, melainkan dengan musyawarah sebagaimana yang pernah diperaktekkan oleh khalifah-khalifah sebelumnya. Setelah Mu`awiyah wafat, Daulah ini harus berusaha keras mempertahankan posisinya yang goyah, kondisi politik tidak stabil, banyak kelompok masyarakat yang tidak puas dengan raja baru yang sebelumnya telah dinobatkan sebagai putera mahkota. Pengangkatan putera mahkota ini mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan oposisi dari kalangan sipil yang menyebabkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkepanjangan.
Maka setelah Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia terhadapnya meskipun pada akhirnya terpaksa tunduk juga, kecuali Husain Ibn Ali dan Abdullah Ibn Zubair.Bersamaan dengan itu, Syi`ah (pengikut Ali) melakukan konsilidasi (penggabungan) kekuatan kembali.Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husain Ibn Ali pada tahun 680 M. namun tentara Husain kalah dan dia sendiri terbunuh dalam pertempuran yang tidak seimbang, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya di kubur di Karbala. Perlawanan kaum Syi`ah tidak padam dengan terbunuhnya Husain, bahkan mereka menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi`ah terjadi, diantaranya terjadinya pemberontakan Mukhtar di Kufah yang mendapat dukungan dari kaum Mawali pada tahun 685-687 M. selain itu Bani Umayyah juga mendapat tantangan dari kaum Khawarij, dan meskipun gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan baik dari pihak syi`ah maupun dari khawarij dapat dipatahakan oleh Yazid tetapi tidak berarti menghentikan gerakan oposisi dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Dan hubungan pemerintahan dan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (717-720). Dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi`ah, dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lainnya untuk beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaannya, pajak diperingan, kedudukan Mawali disejajarkan dengan muslim Arab. tetapi sayang sekali angin kedamain yang berhebus dari pesona kepemimpinan Umar yang adil dan bijaksana ini tidak berlangsung lama, hanya lebih kurang dua tahun memerintah kemudian beliau meninggal dunia. Penggantinya adalah Yazid Ibn Abd. Malik (720-724) Khalifah ini jauh berbeda dengan khalifah sebelumnya, ia terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan rakyat, sehingga kerusuhan terus berlangsung hingga masa pemerintahan Hisyam Ibn Abd. Malik (724-743). Bahkan dizaman ini mucul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahahn Bani Umayyah. kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini mampu menggulingkan Daulah Umayyah dan mengantinya dengan Daulah baru, yakni Daulah Bani Abbasiyyah.Sepeniggal Hisyam Ibn Abd. Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk.Hal ini makin memperkuat golongan oposisi.Akhirnya pada tahun 750 M Daulah Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan Bin Muhammad khalifah terakhir bani Umayyah, melarikan diri ke Mesir, ditangkap dan dibunuh disana
Dari berbagai kesuksesan dan kebesaran yang telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak mampu menahan kehancurannya, akibat kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari fihak luar. Adapun hal-hal yang membawa kemunduran yang akhirnya berujung pada kejatuhan Bani Umayyah dapat diidentifikasikan antar lain sebagai berikut:
1.      Pertentangan keras antara suku-suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang menempati Irak dan Arab Selatan Himyariyah yang berdiam di wilayah Suriah. Di zaman  Umayyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena para khalifah cederung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya.
2.      Ketidak puasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu stastus yang menggambarakan inferioritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa  Umayyah. Mereka bersama-sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan atas rata-rata orang Arab, tetapi harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab.
3.      Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum syi`ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan  Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa akhir-akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat menggeser kedudukan Bani  Umayyah dalam memimpin umat.
B. Kehancuran
Secara Revolusioner, Daulah Abbasiyyah (750-1258) menggulingkan kekuasaan Daulah Umayyah, kejatuhan Daulah Umayyah disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya meningkatnya kekecewaan kelompok Mawali terhadap Daulah Umayyah, pecahnya persatuan antarasuku bangsa Arab dan timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan keinginana mereka untuk memilki pemimpin karismatik. Sebagai kelompok penganut islam baru, mawali diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara bangsa Arab menduduki kelas bangsawan. Golongan agamis merasa kecewa terhadap pemerintahan bani Umayyah karena corak pemerintahannya yang sekuler.Menurut mereka, Negara seharusnya dipimpin oleh penguasa yang memiliki integritas keagamaan dan politik. Adapun perpecahan antara suku bangsa Arab, setidak-tidaknya ditandai dengan timbulnya fanatisme kesukuan Arab utara, yakni kelompok Mudariyah dengan kesukuan Arab Selatan, yakni kelompok Himyariyah. Disamping itu, perlawanan dari kelompok syi`ah merupakan faktor yang sangat berperan dalam menjatuhkan Daulah Umayyah dan munculnya Daulah Abbasiyyah.
Namun secara garis besar menurut Badri Yatim faktor yang menyebabkan Daulah Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran antara lain adalah :
1.      Sistim pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana
2.      Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.      Pada masa kekuasaan bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah
4.      Lemahnya pemerintahan Daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang
5.      Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori  oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[6]
Dari uraian kemunduran dan kehancuran Daulah Bani Umayyah diatas, hal ini merupakan sunnatullah bahwa setiap kekuasaan dan peradaban akan mencapai puncak kemajuannya, dan akan menelusuri jurang kehancurannya dikemudian hari. ÙˆَتِÙ„ْÙƒَ الأَÙŠَّامُ Ù†ُدَاوِلهْاَ بَÙŠْÙ†َ النَّاسِ[7]





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Diantara faktor-faktor yang membawa Daulah Bani Umayyah mengalami kemunduran adalah sebagai berikut:
- Munculnya fanatisme kesukuan dalam suku-suku bangsa Arab
-   Kuatnya pengaruh fanatisme golongan (Arabisme) yang memicu munculnya kecemburuan sosial dikalangan non Arab (Mawali)
-   Adanya perebutan kekuasaan di dalam keluarga besar Bani Umayyah
-   Larutnya beberapa penguasa (khalifah) dalam limpahan harta dan kekuasaan
1.      Adapun faktor-faktor yang membawa Daulah Bani Umayyah ke gerbang kehancuran adalah sebagai berikut:
-   Tidak adanya sistem pergantian pemerintah (khalifah) yang baku yang bisa dijadikan patokan dalam pergantian khalifah
-   Kuatnya gerakan oposisi dari kaum Syi`ah dan Khawarij
-   Perselisihan dan pertentangan etnis antara suku Arab yang mengakibatkan para penguasa mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan
-   Sikap hidup yang mewah dilingkungan keluarga Bani Umayyah
-   Perhatian penguasa Bani Umayyah terhadap perkembangan agama sangat kurang
-   Munculnya kekuatan baru yang dipelopori  oleh keturunan al-Abbas Ibn Abd. Al-Muthalib dan didukung oleh Bani Hasyim, kaum Syi`ah dan kaum Mawali.
DAFTAR PUSTAKA

*      Dr.Yatim Badri,MA.        Sejarah peradaban islam,Ed- 1-20, PT.Grafindo Perseda; Bandung:2008
*      Al-Qur`an Al-Karim dan Terjemahannya
*      As-Suyuthi, Imam, Tarikh Khulafa`; Sejarah Penguasa Islam: Khulafa`urrasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, Cet. I, Pustaka Al-Kautsar; Jakarta: 2001),h. 229 – 304
*      Ensiklopedi Islam Vol. 3 (Cet. XIII, PT. Ichtiar Van Hove; Kakarta: 2003), h. 248
*      Muchtar Ghazali, Adeng, Drs. M.Ag, Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan Sejarah (Cet.I, CV.Pustaka setia; Bandung: 2004), h. 52
*      Mufrodi, Ali, Dr., Islam di Kawasan Kebudayaanb Arab (Cet. II, Logos Wacana Ilmu; Jakarta: 1999 M) h. 72
*      Yatim, Badri , M.A, Dr.,  Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Cet. XII, PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta: 2001), h. 45
*      Yujah Sawiy, Khairudin, Perebutan Kekuasaan Khalifah, Minyingkap dinamika dan sejarah politik kaum sunni, (Cet.II, Safria Insani Press: Yogyakarta: 2005), h. 11














BAB II
PEMBAHASAN

A.pengertian mawaris
Kata Al Mawarits adalah jamak dari kata Mirots, yaitu harta peninggalan dari orang yang meninggal untuk ahli warisnya. Orang yang meninggalkan harta tersebut dinamakan Al Muwaaritsu, sedang ahli waris disebut dengan  Al-Warits.  Al Faraidh adalah kata jamak bagi al fariidhoh artinya bagian yang ditentukan kadarnya. Perkataan Al-Fardhu, sebagai suku kata dari lafad fariidhoh.Fara’idh dalam arti mawaris, hukum waris mewaris. Dimaksud sebagai bagian atau ketentuan yang diperoleh oleh ahli waris menurut ketentuan syara’.Ilmu Fara’idh dapat didefiniskan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris.Definisi inipun berlaku juga bagi Ilmu Mawarits, sebab ilmu mawarits adalah nama lain bagi iIlmu Fara’idh. Untuk mengetahui siapa-siapa yang memperoleh harta waris, maka perlu diteliti terlebih dahulu ahli-ahli waris yang ditinggalkan.
.Sumber hukum Islam tentang waris adalah asal hukum islam tentang waris. Sumber Hukum Islam tersebut adalah:
1. Al Qur’an
2. As Sunah
3.Ijma’
4. Ijtihad
a.Rukun-rukun waris
1)Muwarrits Yaitu orang yang mewariskan dan meninggal dunia. Baik meninggal dunia secara hakiki, atau akarena keputusan hakim dinyatakan mati berdasarkan beberapa sebab.
2) Mauruts Yaitu harta peninggalan si mati yang akan dipusakai setelah dikurangi  biaya perawatan , hutang-hutang, zakat dan setelah digunakan untuk melaksanakan wasiat. Harta pusaka  disebut juga Mirots, Irts ,Turots Dan Tarikah.
3)Warits Yaitu orang yang akan mewarisi, yang akan mempunyai hubungan dengan si Muwarits, baik hubungan itu karena hubungan itu kekeluargaan atau
perkawinan.
1.       Pengertian Ahli Waris
Ahli waris ada dua macam, pertama, ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya didasarkan karena hubungan darah (kekerabatan). Kedua, ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya karena suatu sebab, yaitu sebab pernikahan dan memerdekakan budak, atau menurut sebagian mazhab Hanafiyah, karena sebab perjanjian (janji setia). Yang terakhir ini, di Indonesia tidak lagi populer, karena hampir tidak pernah diketahui ada yang mempraktekkannya. Dalam rumusan kompilasi, ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris (pasal 171 huruf c KHI). Dengan demikian, yang dimaksud dengan ahli waris oleh kompilasi, adalah mereka yang jelas-jelas mempunyai hak waris ketika pewarisnya meninggal dunia, tidak ada halangan untuk mewarisi (tidak ada mawani’ al-irs).
Adapun yang dimaksud dengan pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan (pasal 171 huruf b KHI). Harta peninggalan atau tirkah adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya (pasal 171 huruf d KHI). Ini dibedakan dengan harta warisan yang siap dibagi waris, yaitu harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat (pasal 171 huruf e KHI).
 D.Golongan Ahli Waris
Dalam hukum kewarisan Islam mengenal golongan Ahli waris yang
ditinjau dari berbagai segi. Antara lain. Dari jenis kelamin laki-laki dan
perempuan ditinjau dari bagianya, dzawil furud dan dzawil asabah yang
masing-masing bagianya ditetapkan dalam sistem pewarisan.
a. Golongan Ahli Waris Laki-laki
Di tinjau dari jenis kelamin laki-laki ahli waris berjumlah
14(empat belas) golingan yaitu:
1) Anak laki-laki
2) Cucu laki-laki ( anak laki-laki dari anak laki-laki)
3) Bapak
4) Kakek
5) Saudara laki-laki sekandung
6) Saudara laki-laki seibu
7) Saudara laki-laki sebapak
8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki
9) Anak laki-laki dari saudara sebapak
10) Paman ( saudara laki-laki bapak yang sekandung)
11) Paman ( saudara laki-laki yang sebapak)
12) Anak laki-laki dari paman yang sebapak dengan bapak
13) Anak laki-laki dari paman yang sebapak dengan ayah
14) Suami
Apabila ahli waris tersebut semua ada maka yang berhak
mendapatkan bagian dari harta peninggalan adalah hanya
tiga saja yaitu:
1) anak laki-laki
2) bapak
3) suami
b. Ditinjau Dari Jenis Kelamin Perempuan
Ditinjau dari jenis kelamin perempuan terdiri dari 9
golongan ahli waris yaitu:
1) Anak perempuan
2) Cucu perempuan
3) Nenek( ibu dari bapak)
4) Nenek (ibu dari ibu)
5) Saudara perempuan sekandung
6) Saudara perempuan sebapak
7) Saudara perempuan seibu
8) Istri
9) Ibu
Apabila ahli waris semua ada m aka yang berhak
memperoleh bagian dari harta peninggalan hanya 5 golongan
saja yaitu:
1) Istri
2) Anak perempuan
3) Cucu perempuan dari dari anak laki-laki
4) Ibu
5) Saudara Perempuan Sekandung
Apabila semua ahli waris ada baik laki-laki maupun
perempuan , maka yang berhak mendapatkan harta warisan
adalah 5 golongan saja yitu:
1) Suami/ istri
2) Ibu
3) Bapak
4) Anak laki-laki
5) Anak perempuan
1. Pengertian Dzawil furudFurudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan jumlahnya untuk warits pada hartapeninggalan, baik dengan nash maupun dengan ijma’.[1]Secara bebas, arti lugowi zawi al-furud adalah orang-orang yang mempunyai saham (bagian) pasti. Secaraistilahi zawi al-furud adalah ahli waris yang sahamnya telah ditentukan secara terperinci (seperdua, sepertiga,seperempat, seperenam atau seperdelapan dari warisan ).[2]1. Ahli warisMenurut jumhur ‘ulama, ahli warits yang tergolong adalah:1. Suami, mendapat ½ jika tidak ada anak (keturunan), dan ¼ jika ada keturunan.2. Istri, mendapat ¼ jika tidak ada anak (keturunan), dan 1/8 jika ada keturunan.3. Anak perempuan, mendapat ½ jika hanya satu orang dan mendapat 2/3 jika dua orang atau lebih,menjadi asobah sekiranya ada anak aki-laki bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.4. Anak perempuan dari anak laki-laki, ½ kalau ia seorang saja, 2/3 kalau ada dua orang atau lebih,1/6 kalau ada anak kandung perempuan, ta’shib kalau ada cucu laki-laki bagian laki-laki dua kalibaguian perempuan, dan tertutup oleh dua orang anak perempuan atau oleh anak laki-laki.5. Ibu, 1/6 kalau ada anak, 1/3 kalau tidak ada anak atau dua orang saudara, 1/3 sisa ketika ahliwarisnya terdiri dari suami-ibu-bapak atau isteri-ibu-bapak.6. Ayah, 1/6 jika bersama anak laki-laki, 1/6 sisa jika bersama anak perempuan, ‘ashabah ketika tidak ada anak.7. Saudara perempuan kandung, ½ kalau ia seorang saja, 2/3 jika dua orang atau lebih, ta’shib jikabersama saudara laki-laki kandung, ‘ashabah kalau bersama anak perempuan, tertutup jika ada ayahatau anak laki-laki seayah, bagiannya laki-laki dua kali bagian perempuan.8. Saudara perempuan seayah, ½ jika seorang saja, 2/3 jika dua orang atau lebih, ta’shib jika bersamasaudara laki-laki seayah, bagiannya laki-laki dua kali bagian perempuan, ‘ashabah jika bersamaanak perempuan atau cucu perempuan, 1/6 jika bersama saudara perempuan sekandung, terhalangoleh ayah atau cucu laki-laki atau saudara laki-laki kandung atau saudara perempuan kandung yangmenjadi ‘ashabah.9. Saudara perempuan atau laki-laki seibu, 1/6 kalu seorang (laki-laki/ perempuan), 1/3 kalu dua orangatau lebih (laki-laki/ perempuan), terhalang oleh anak laki-laki/ perempuan, cucu laki-laki, ayahatau nenek laki-laki.10. Kakek, dibagi sama dengan saudara kalau yang dibagi lebih banyak dari 1/3. kalau kurang dari 1/3 makabagian kakek 1/3 (kalau tidak ada waris lain dzawil furudh), terhalang jika ada ayah.11. Nenek, 1/6 untuk seorang atau lebih jika sederajat, terhalang jika ada ibu.
.














































[1] . Ensiklopedi Islam Vol. 3 (Cet. XIII, PT. Ichtiar Van Hove; Kakarta: 2003), h. 248
[2] . Ibid., h. 247
[3] . Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa`; Sejarah Penguasa Islam: Khulafa`urrasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, Cet. I, Pustaka Al-Kautsar; Jakarta: 2001),h. 229 – 304

[4] . Dr. Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaanb Arab (Cet. II, Logos Wacana Ilmu; Jakarta: 1999 M) h. 72
[5] . Ensiklopedi Islam… Op. Cit., h. 248
[6] . Dr. Badri Yatim, M.A,…Op. Cit., h. 49
[7] . Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); … (Al-Qur`an S. Ali Imran : 140)